Lahan dan Hutan di Kenyamukan Membara, Warga Prihatin Minta Polisi Tindak Oknum Pelaku Pembakar
Sangatta, Metrokaltim.com – Pembakaran lahan dan hutan terus terjadi di Kota Sangatta Kabupaten Kutai Timur, Sabtu (14/9) Komandan Regu (Danru) Pos Penanganan Bencana dan Kebakaran, Halilintar yang berlokasi di Jalan Pendidikan Kecamatan Sangatta Utara.
“Barusan kami menerima laporan Karhutla mas, tidak tanggung-tanggung ada tiga titik pertama di belakang masjid Agung Al Faruq Bukit Pelangi Sangatta, Sangatta Selatan dan ini yang baru saja dipadamkan di Keyamukan,” ulas Halilintar.
Saat terjadi Karhutla di wilayah Kenyamukan, tak sedikit warga gerah mengungkapkan kekesalannya akan kondisi kabut asap yang menyelimuti Kota Sangatta, Kutim. Masyarakat meminta aparat kepolisian untuk dapat menangkap para pelaku oknum karhutla yang tidak bertanggung jawab.
Salah satu warga Rusdiansyah saat menyaksikan kondisi Karhutla di Kenyamukan, menyuarakan uneg-unegnya terkait kabut asap yang melanda kotanya yaitu Sangatta.
“Saya meminta baik kepada pemilik lahan, maupun oknum pelaku yang hendak meluaskan lahanhya dapat menghentikan aksi pembakaran lahan maupun hutan. Jangan demi kepentingan dan keuntungan pribadi semata merugikan masyarakat luas khususnya di Kutim ini,” bebernya.
Terkait proses pemadaman di kawasan Kenyamukan, dapat dengan cepat diatasi oleh petugas pemadam kebakaran dari beberapa posko pemadam gabungan yang 1×24 jam terus disiagakan.
Danru Pos Pemadam Kebakaran Sangatta Utara Halilintar mengimbau tetap waspada akan karhutla. “Tugas kita bersamalah tidak hanya petugas baik pemerintah, aparat TNI-Polri, BPBD masyarakat dalam mengantisipasi Karhutla. “Stop” pembakaran lahan dan hutan perlunya penindakan dan sanski tegas dari aparat hukum dalam menindak dan menjatuhkan sanski hukum kepada oknum pelaku karhutla,” tuturnya.
Ya, meskipun sudah dihimbau berulang-ulang, namun masih saja ditemukan oknum warga yang tak bertanggungjawab membakar lahan dan hutan.
Padahal, dampaknya cukup besar. Dapat membuat sesak napas hingga kematian. Terparah jika dialami oleh anak-anak. Seharusnya, budaya buruk membakar hutan dan lahan tak lagi dilakukan. Apalagi, peristiwa ini sudah terjadi pada 2015 lalu.
Masyarakat idealnya belajar pada peristiwa lima tahun silam. Pada saat itu, sudah banyak yang menjadi korban. Penyakit ISPA menyerang. Tak sedikit yang mengungsi. Tentu saja peristiwa membahayakan tersebut tak sepatutnya terulang kembali pada 2019 ini.
(aji/riyan)
188