Begini Penjelasan Advokat Terkait “Prof”, Nama Panggilan Suriansyah

Analisa Yuridis terhadap Ketentuan Pidana dalam Undang- Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Oleh: Muhammad Rizal Fadillah, S.H., M.H. (Advokat / Pengacara)
DEFINISI hukum hukum pidana berdasarkan pendapat ahli di Indonesia sangat beragam dan diantaranya dapat didefinisikan secara umum bahwa hukum pidana merupakan suatu aturan atau ketentuan yang dapat melahirkan sebuah sanksi hukum terhadap perbuatan pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh perseorangan atau badan hukum.
Hukum pidana dibagi menjadi pidana umum dan pidana khusus. Untuk menjawab atas pembagian hukum pidana tersebut maka kita wajib memahami terlebih dahulu asas hukum di Indonesia diantaranya adalah Asas lex spesialis derogate lex generali, bahwa berdasarkan asas tersebut dapat dimaknai bahwa aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang umum.
Contoh perbedaan hukum pidana umum dan khusus dapat kita lihat pada aturan hukum pidana secara umum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan ketentuan hukum pidana yang secara khusus mengatur tentang tindak Pidana di bidang pendidikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (“UU Sisdiknas”).
Terkait sebagaimana penjelasan diatas tersebut, menanggapi opini dari salah satu LSM yang dimuat dalam media online beberapa waktu lalu, terkait penggunaan panggilan “Prof” kepada salah satu tokoh masyarakat di Kota Balikpapan yaitu Suriansyah (Prof), bahwa hal tersebut tidak dapat langsung serta merta dapat korelasikan dengan sanksi atau ketentuan pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 68 UU Sisdiknas, apabila dikaji lebih lanjut kita wajib memahami terlebih dahulu secara utuh sebuah tafsiran dari suatu aturan atau Pasal dalam undang-undang, dimana Suriansyah sendiri memang akrab dipanggil oleh masyarakat dengan julukan “Prof” dikarenakan memiliki makna atau sejarah tersendiri atas panggilan tersebut.
Ada beberapa unsur yang harus dipahami terhadap isi dari Pasal 68 UU Sisdiknas khususnya ayat 2 dan 4, sebagai berikut:
Ayat 2: “Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
(Bahwa penjelasan unsur pidana dari penjelasan ayat 2 tersebut diantaranya dapat ditujukan kepada setiap orang apabila terbukti menggunakan gelar akademik dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi syarat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku);
Ayat 4: Setiap orang yang memperoleh dan/atau menggunakan sebutan guru besar yang tidak sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) dan/atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(Bahwa penjelasan unsur pidana dari penjelasan ayat 4 tersebut diantaranya dapat ditujukan kepada setiap orang apabila terbukti memperoleh dan/atau menggunakan sebutan guru besar yang tidak sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) dan/atau ayat (2), dimana penjelasan pada Pasal 23 UU Sisdiknas seorang guru besar atau professor dapat diangkat berdasarkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sebutan guru besar atau professor dapat dipergunakan selama seseorang masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi)
Berdasarkan pada penjelasan diatas seharusnya kita dapat membedakan antara makna panggilan (julukan) yang memang sudah menjadi sebuah kebiasaan atau yang biasa disebut “alias” dengan perbedaan definisi penggunaan gelar akademik yang seolah-olah dibuat seperti menyerupai asli apalagi yang digunakan untuk kepentingan dokumen-dokumen resmi sehingga mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
Maka dari itu kembali lagi kita wajib memahami terlebih dahulu penafsiran-penafsiran terhadap setiap Pasal dalam Undang-Undang, agar tidak terjadinya penafsiran buta sehingga permasalahan kecil tidak harus ditafsirkan pada pendekatan hukum pidana.
(*/riyan)
