Masih Ada Tambang Ilegal di Dekat Waduk Samboja Aparat Diminta, Stockpile Batu Bara Terpantau di Tahura

Kutai Kartanegara, Metrokaltim.com – Timbunan batu bara tampak terlihat dari gambar udara. Lokasinya diduga masuk dalam kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto. Lahan yang terdapat tumpukan batu bara ini terindikasi sebagai stockpile. Di mana dalam prosesnya batu bara dimuat ke dalam karung. Lantas oleh pekerja, diangkut oleh truk kontainer untuk dijual. Biasanya aktivitas ini memanfaatkan pelabuhan peti kemas sebagai gerbang “menyelundupkan” batu bara ilegal. Namun ada indikasi sebagian pula mengalir ke stockpile di dermaga-dermaga milik perusahaan penambang resmi.

Dari kasus yang ditemukan media pada Selasa (22/2) lalu, batu bara ini diduga diperoleh dari aktivitas penambangan di Kelurahan Margomulyo, Samboja, Kutai Kartanegara (Kukar). Dekat dengan Waduk Samboja. Anggota Komisi III DPRD Kaltim Syafruddin menyebut, tidak heran masih maraknya aktivitas ilegal batu bara di Kaltim. Selain karena saat ini harga acuan batu bara sedang tinggi, juga karena lemahnya pengawasan.

Ini ada hubungannya dengan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang berdampak pada pengambilalihan kewenangan di bidang pertambangan mineral dan batubara (minerba) oleh pemerintah pusat dari pemerintah daerah. “Ini kan dampak dari kebijakan. Begitu kewenangan di ambil alih pusat, pemprov (Kaltim) tidak bisa apa-apa soal tambang ini,” ungkap Syafruddin, kemarin (23/2). Dari DPRD Kaltim pun sebenarnya bisa melakukan inisiasi.

Dengan membentuk panitia kerja (panja) atau panitia khusus (pansus) terkait maraknya tambang ilegal. Namun sekali lagi pada akhirnya rekomendasi yang dihasilkan tidak akan mempan menekan Pemprov Kaltim. Karena sekali lagi berbenturan dengan kewenangan. Namun kata dia, Komisi III tidak patah arang.

Stockpile batu bara di kawasan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara.

“Dengan adanya kasus-kasus tambang ini, kami akan panggil dinas terkait. Ingin tahu seperti apa kepentingan dan kewenangan pemerintah daerah untuk mengawasi tambang ini,” ungkapnya.

Politisi PKB itu pun sebenarnya banyak berharap pergerakan dari aparat penegak hukum. Karena jika memang diketahui ada aktivitas tambang yang diduga ilegal, maka ranahnya sudah masuk ke ranah pidana. Di mana pelaku penambangan bisa dijerat dengan pasal yang ada di dalam UU Minerba.

Bahkan jika aktivitasnya dilakukan di kawasan hutan yang dilindungi, maka bisa dijerat dengan Pasal 17 Ayat 1 Undang-Undang No 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja dan/atau Pasal 12 Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.

“Harusnya aparat penegak hukum seperti kepolisian bisa bergerak cepat. Tidak tebang pilih. Apalagi tambang sudah mengancam fasilitas publik bahkan infrastruktur penting seperti waduk di Samboja,” ujarnya.

Kasus penambangan di dekat Waduk Samboja juga disebut seharusnya menjadi atensi dinas atau instansi yang mengelola waduk. Jika memang sudah berdampak kepada kelangsungan air waduk, maka bisa segera melapor ke pihak berwajib.

Karena jika dibiarkan akan berdampak pada masyarakat sekitar yang memanfaatkan air di waduk. “Harusnya ini jadi perhatian khususnya pemerintah pusat. Apalagi sebentar lagi pemindahan IKN. Jadi segala sesuatu aktivitas yang bisa mengganggu harus dituntaskan,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Wilayah Kalimantan, Edward Hutapea menyebut pihaknya akan mendalami temuan yang ada di lapangan. Di mana, hingga kini kata dia, Gakkum tetap melakukan kegiatan pengamanan dan pencegahan kerusakan lahan dan pelanggaran lainnya di bidang lingkungan hidup.

“Yang terpenting sebenarnya adalah material tambang yang notebene adalah kekayaan alam milik negara yang harus dijaga supaya tidak dicuri maka diharapkan ada tindakan atas pencurian tersebut dari instansi yang membidanginya (pertambangan) dan KLHK siap untuk bekerja bersama untuk itu,” kata Eduward kemarin.

Tetapi baginya, kasus ini lebih bisa memiliki dampak besar jika instansi pertambangan juga mengetahuinya. Kemudian bertindak terhadap kegiatan ilegal tersebut. “Adapun LHK terbatas pada kerusakan lingkungan, pencemaran dan penggunaan kawasan. Sementara kewenangan Pemda pada Tahura dan Hutan Produksi,” sambungnya.

Diketahui, sekitar Waduk Samboja, Kutai Kartanegara memang jadi incaran banyak penambang ilegal. Dua pekan lalu, Tim Gakkum KLHK sudah bertindak. Namun setelah itu, penambangan ilegal terlihat di lokasi yang tak jauh dari titik penindakan sebelumnya. Tak hanya dekat dengan Waduk Samboja, keberadaan tambang ilegal itu juga berada di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Samboja.

Secara administrasi berada di Kelurahan Margomulyo, Samboja. Atau sekitar 200 meter dari Waduk Samboja. Penambang ilegal seperti tak jera-jera. Ketika satu penambang ditindak, penambang ilegal lainnya beraktivitas di lokasi lain. Saat media ini mendatangi lokasi, tak ada alat berat yang terlihat beraktivitas. Namun masih ada bekas kerukan batu bara dan jalan hauling yang bekas dilintasi truk. Tanda belum lama ada aktivitas penambangan.

“Tambangnya memang dekat dengan waduk. Mereka kerja malam hari supaya tidak terlihat,” kata salah seorang sumber di Samboja, Selasa (22/2).

Dia mengungkapkan, pada Jumat (4/2) lalu ada tim dari Gakkum KHLK yang turun ke Kelurahan Margomulyo, Samboja. Mereka mengamankan penambang. Namun kawasan itu kini sudah tak ada lagi aktivitas penambangan batu bara. Tapi di lokasi lain malah muncul penambang ilegal. Yang jaraknya tidak jauh dari lokasi penindakan Gakkum KLHK. Bila ditarik garis lurus jaraknya sekitar 200 meter dari lokasi penindakan Gakkum KLHK.

(riyan)

223

Leave a Reply

Your email address will not be published.