Kuasa Hukum Saling Bantah, Sidang Praperadilan Kasus Pencabulan Anak di Bawah Umur
Balikpapan, Metrokaltim.com – Setelah mandek selama 1 tahun 3 bulan, kasus dugaan pencabulan yang ditangani Subdit IV Renakta Polda Kaltim dan tengah berproses sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan memasuki tahap akhir.
Dalam sidang yang digelar pada Senin (22/11/2021) baik pemohon dari pihak tersangka dan termohon dalam hal ini Polda Kaltim saling melemparkan bantahan dan jawabannya.
Memasuki tahap kesimpulan, Polda Kaltim melalui Kasubdit IV Renakta I Made Subudi menyatakan jika pihaknya sudah menjalani pemeriksaan dan penyelidikan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku. Sekaligus menjawab tuduhan dari pengacara pelaku yang menyebut polisi melakukan tindakan mal-prosedur.
“Intinya semua itu sudah dibantah oleh kuasa hukum kami (Polda Kaltim),” ungkap Subudi, saat ditemui di Pengadilan Negeri Balikpapan seusai sidang sore tadi, Senin (22/11/2021).
Subudi menambahkan, jika kasus ini berhasil dimenangkan oleh Polda Kaltim, maka pihaknya akan segera melanjutkan proses pemeriksaan, dengan melayangkan surat panggilan kedua terhadap tersangka. Lantaran, sebelumnya polisi sudah melayangkan surat pemanggilan pertama sebelum menerima panggilan sidang praperadilan.
Dirinya menegaskan, jika pelaku kembali menolak panggilan ini maka polisi yang akan melakukan penjemputan. “Intinya kami akan lanjutkan pemeriksaan sebagai tersangka, menyurati kembali, kalau tak diindahkan kami yang akan bawa,” tegasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum tersangka Suen Redy Nababan optimis jika masukan dari pihaknya di pengadilan yang akan diterima hakim. Pasalnya, satu fakta mengenai barang bukti seprai yang terdapat cairan mani tersangka, disebutnya tak ada hasil berita acara dari Laboratoris kriminalistik Jawa Timur. Hal inilah, kata dia, yang menjadi dasar bahwa penyidik sudah melakukan mal prosedur. Belum lagi, keterangan mengenai kejadian kasus ini yang disebutkan terjadi pada akhir 2019. Suen mempertanyakan kembali soal seprei yang diambil penyidik pada bulan Maret 2020 lalu.
“Ini sudah tidak sesuai, seprai diambil di bulan Maret dan baru dilaporkan di bulan Juli 2021. Kenapa? Jeda waktunya sampai 4 bulan,” sebutnya.
Selain itu, lanjutnya, penetapan tersangka pun tak melalui proses penyelidikan. Penyertaan tersebut diselaraskan dengan pernyataan ahli jika penyelidikan harus lebih dulu dilakukan sebelum penyidikan.
“Itu juga penyitaan berita acara dilakukan pada 21 Oktober sedangkan barang bukti disita di bulan Maret,” tambahnya.
Saat dikonfirmasi kuasa hukum korban yakni Siti Sapurah. Wanita yang kerab dipanggil Ipung ini dengan tegas membantah semua pernyataan kuasa hukum tersangka. Dirinya tak habis pikir, persoalan barang bukti seprai justru menjadi polemik panjang.
Ipung menegaskan jika kasus ini dilaporkan pada 1 Juli 2021, yang di mana artinya penyelidikan dimulai setelah masuknya laporan. Pernyataan tak berdasar jika polisi mengambil barang bukti itu di bulan Maret justru menjadi pertanyaan balik Ipung kepada pengacara tersangka.
Bahkan, soal hasil laboratorium forensik sperma dengan jelas merujuk kepada tersangka.
“Banyak hal yang dipertanyakan oleh kuasa hukum tersangka ini bisa terjawab semua dengan mudah,” kata Ipung.
Terkait perihal penyelidikan, tak bermaksud membela polisi, namun faktanya rentang waktu kasus ini mencapai 1 tahun 3 bulan, di mana diantaranya terdapat pergerakan polisi dan dalam melakukan penyelidikan. Artinya, penetapan tersangka terhadap kakek tiri korban jelas dan terbukti. (*)
167