Rugikan Negara Rp 731 Juta, Mantan Bendahara Desa Perkuwen Ditetapkan Tersangka oleh Tipidkor Polres Paser
Paser, Metrokaltim.com – Jajaran Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Satuan Reskrim Polres Paser menetapkan seorang tersangka dalam dugaan kasus korupsi dana APBDes di Desa Perkuwen Kecamatan Long Kali, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur (Kaltim), yang membuat Negara mengalami kerugian Rp sebesar Rp 731.611.787,14.
Tersangka diketahui berinisial SHD (38) yang merupakan mantan Bendahara Desa Perkuwen Kecamatan Long Kali Kabupaten Paser tahun 2016-2017.
Penetapan tersangka oleh penyidik Tipidkor Satreskrim Polres Paser pada Rabu (22/7) lalu, setelah pihak kepolisian melakukan pemeriksaan terhadap tersangka dan mengakui segala perbuatannya.
Kasat Reskrim Polres Paser AKP Ferry Putra Samodra, SIK didamping Kanit Tipidkor Polres Paser IPDA Andi Ferial membenarkan bahwa telah dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka, yang kemudian dilanjutkan dengan penahanan tersangka di Rutan Polres Paser guna proses lebih lanjut.
“Sebelumnya kami telah mengumpulkan, melakukan sita barang bukti berupa surat dokumen penting, rekening koran Bank, lalu pemeriksaan para saksi-saksi dan saksi Ahli Pidana Korupsi dari BPKP Provinsi Kaltim dan Unair Surabaya, saat ini Penyidik Tipidkor masih melakukan pemanggilan calon tersangka yang lainnya,” terang Andi Ferial.
Dalam melakukan aksinya SHD menggunakan modus dengan menunjuk penyedia jasa yakni CV. Bima Putra berdasarkan penunjukan langsung tanpa dilengkapi dengan Surat Perintah Kerja (SPK) atau dokumen apapun.
Kemudian pekerjaan itu dipotong pajak 11,5 persen, dan galiaman C seperti pasir urug, batu bata dan sirtu dipotong pajak 25 persen oleh SHD, namun uang pajak tersebut tidak disetorkan oleh tersangka.
“Tersangka juga menaikan harga pembelian bibit sawit sebanyak 9.000 pohon untuk 60 KK, namun setelah dilakukan pembayaran ternyata bibit sawit yang di antar hanya 7.000 pohon, kemudian yang dibagikan hanya 6.422 pohon, kurang 578 pohon dengan alasan mati dan rusak, sedangkan untuk pencairan bibit sudah 100 persen faktanya pembayaran bibit sawit belum melunasi kepada penjual bibit sawit sebesar Rp 60 juta,” bebernya.
Tak hanya itu, pada kegiatan tahun anggaran 2016 yang sudah selesai dikerjakan seluruhnya dan sudah dibayarkan 60 persen, namun tahun anggaran 2017 dianggarkan kembali 40 persen untuk dibayarkan kepada penyedia jasa. Akan tetapi setelah uang dicairkan 100 persen penyedia jasa tidak ada menerima uang pembayaran pada tahun 2017.
“Selain itu di tahun 2017 juga dilakukan pembelian bibit sawit 1000 pohon dengan anggaran Rp 45 juta, namun faktanya tidak ada pembelian bibit sawit, karena sudah dibeli seluruhnya pada tahun 2016, dan ini pembelian fiktif,” papar Andi.
Selain menetapkan SHD sebagai terdangka, pihak penyidik Tipidkor juga mengamankan sejumlah barang bukti seperti dokumen yang terkait dengan penyaluran dan pencairan APBDes Perkuwen Kecamatan Long Kali Kabupaten Paser tahun anggaran 2016-2017.
Buku laporan penghitungan kerugian keuangan Negara, dari BPKP Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur Nomor: SR-73/PW17/5/2020 tgl 9 April 2020, terdapat penyimpangan yang menimbulkan Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp 731.611.787,14.
“Berdasarkan hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP, Red) saksi-saksi, saksi Alahli, penyitaan barang bukti dan hasil audit BPKP Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur dan rekomendasi hasil pelaksanaan gelar perkara penetapan tersangka dan pemeriksaan tersangka,” sebutnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersangka mengakui sebelum dilakukan pembayaran kepada penyedia jasa, selalu melakukan pemotongan uang terlebih dahulu sebagai keuntungan pribadi sendiri, dan memotong pajak namun tidak disetorkan dan digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Saya mengambil dan mempergunakan uang dari APBDes Perkuwen Kecamatan Long Kali Kabupaten Paser Tahun Anggaran 2016 sampai dengan 2017 sebesar Rp 284.043.987, yang saya gunakan untuk keperluan pribadi,” aku SHD dihadapan penyidik.
Selain itu dia mengakui tidak ada membuat kelengkapan SPJ terkait nota atau kuitansi pembelian barang, dan untuk pencairan bendahara hanya membuat SPJ Pengesahan yang isinya sesuai dengan uang yang dicairkan.
“Dalam kasus ini tersangka melanggar pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah menjadi Undang-undang RI No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” pungkas Andi Ferial.
(riyan)
145