Sengketa Lahan Perkebunan Sawit di Long Ikis, Berharap Diselesaikan Secara Prosedur dan Dilengkapi Bukti
Tana Paser, Metrokaltim.com – Persoalan sengketa lahan terjadi di Kecamatan Long Ikis, yakni Desa Bukit Seloka dan Krayan Sentosa. Dimana tengah berkonflik persoalan lahan dengan salah satu kelompok tertentu.
Dari persoalan itu, dua orang warga menjadi korban penganiayaan, masing-masing dari Desa Bukit Seloka maupun Desa Krayan Sentosa. Penganiayaan pertama terjadi November dan akhir Desember 2020 lalu.
“Informasi adanya korban, ya memang ada. Dua korban kalau penganiayaan. Satu di Krayan Sentosa dan satunya di Bukit Seloka,” kata Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Bukit Seloka, Kanisius, Saat ditemui di kediamannya, Senin (4/1).
Lanjut Kanisius, jika persoalan lahan yang disengketakan itu, khususnya di Bukit Seloka, jika masyarakat memperoleh tanah tersebut, rata-rata didapatkan dengan cara dibeli dari warga sekitar, kepala adat, serta ada mendapatkan hibah dan diketahui oleh ketua adat. Hal itu sekira 20 hingga 25 tahun lalu.
Dari dua desa itu, setidaknya luasan lahan mencapai 300-an hektare. Dimanfaatkan warga sebagai perkebunan kelapa sawit. “Kalau di Bukit Seloka kurang lebih 200 hektare, sedangkan di Desa Krayan Sentosa kurang lebih 160-an hektare,” sambungnya.

Dituturkan Kanisius, jika kelompok tersebut menyampaikan bahwa lahan yang tengah disengketakan bukan wilayah Desa Bukit Seloka, serta ada pula yang mengatakan bahwa itu tanah adat maupun ahli waris. Dirinya berharap dapat diselesaikan secara prosedur.
“Kalau dari kami terlepas daripada semua itu, sepanjang jelas pembuktiannya, tidak masalah. Karena memang saat ini kami memiliki lahan itu dengan legalitas yang jelas,” tegas dia.
Legalitas yang dimaksud, yakni warga mengantongi Surat Kepemilikan Tanah (SKT) dan sebagian lainnya telah bersertifikat. Sementara, ia belum mengatahui apakah kelompok tersebut memiliki bukti kepemilikian.
“(Bukti kuat) sejauh ini dari mereka, kami belum tahu. Kalau di Bukit Seloka ada sekira 20 hektare bersetifikat, sisanya SKT. Sedangkan di Desa Krayan Sentosa SKT,” ucapnya.
BACA JUGA: Diserang Sekelompok Orang saat Panen Kelapa Sawit, Kepala Seorang Warga Robek Ditimpas Mandau
Ia menjelaskan, sengketa lahan ini sudah terjadi sekira dua tahun terakhir, tepatnya 2018. Kala itu persoalan itu hanya 28 hektare dan terjadi di Desa Krayan Sentosa. Namun belakangan ini melebar, secara keseluruhan ada di Bukit Seloka dan Krayan Sentosa. Tepatnya, sejak Maret 2020 lalu.
“Yang kecil-kecilan sudah terjadi sebelumnya. Tapi muncul belakang ini lebih luas lagi. Ini semua swadaya yang dibeli oleh masyarakat transmigrasi. Namun diklaim oleh kelompok itu,” beber dia.
Terkait penyelesaian maupun perkembangan sejauh ini, dikatakannya sekira tiga atau empat bulan terakhir, konflik semakin meluas. Pihaknya pun selalu berkoordinasi dengan aparat berwajib.
“Bahkan menyampaikan kepada pihak aparat untuk ditangani secara baik, karena tindakan yang dilakukan itu banyak melanggar hukum. Semua persoalan ini sedang dalam penanganan pihak berwajib,” terangnya.
Untuk target penyelesaian dari kepolisian dalam menangani kasus itu, diakui Kanisius jika belum diketahuinya. Dirinya sangat memahami langkah aparat untuk penanganan. Karena isu yang dihembuskan isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA). Ditegaskannya, jika lahan yang disengketakan dan diklaim kelompok tersebut, kepemilikannya bukan hanya dari satu suku.
“Kepemilikan lahan itu ada berbagai macam suku. Sejauh ini (target kepolisian) tidak ada. Karena memang isu yang dimainkan SARA atau antar suku. Sehingga aparat dalam penanganan ini memang harus hati-hati. Karena mereka harus melihat dampak-dampak yang terjadi dikemudian hari, ketika ada hal-hal yang diputuskan,” pungkas dia.
(all/riyan)
