KP3A Kaltim Gelar Bimtek Konvensi Hak Anak Bagi Media Massa se-Kaltim

Balikpapan, Metrokaltim.com – Untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan tentang konvensi hak anak, Kepala Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak KP3A Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Hj Noryani Sorayalita gelar kegiatan bimbingan teknis (Bimtek) konvensi hak anak bagi media massa se-Kaltim yang dilaksanakan secara virtual, Rabu (4/8) pagi.
Yang mana Bimtek dihadiri oleh Fasilitator Pusat Konvensi Hak Anak dr Hamid Pattilima dari Kementrian PP dan PA Republik Indonesia yang membahas tentang Implementasi prinsip dan ketentuan konvensi hak anak-media.
Kepala Dinas KP3A Hj Noryani Sorayalita menerangkan, bahwa diketahui bersama fenomena di Indonesia beberapa tahun terakhir menunjukkan anak Indonesia belum dapat terlindungi secara maksimal. Dan untun Data Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (DNPHAR) oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dan UNICEF tahun 2018 menunjukkan bahwa, sebanyak 1 dari 2 anak laki-laki berusia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan emosional, 1 dari 3 anak pernah mengalami kekerasan fisik dan 1 dari 17 anak mengalami kekerasan seksual.
“Sedangkan untuk anak perempuan yang juga berusia 13-17 tahun, 3 dari 5 anak pernah mengalami kekerasan emosional, 1 dari 5 anak pernah mengalami kekerasan fisik, 1 dari 11 anak perempuan mengalami kekerasan seksual. Kondisi ini diperparah dengan sebanyak 76-88 persen anak dan remaja belum mengetahui adanya layanan kekerasan,” ucap Noryani Sorayalita dalam sambutannya saat virtual, Rabu (4/8) pagi.
Dirinya menjelaskan, dengan kondisi dimaksud tentunya belum selaras dengan amanah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Dimana Undang-Undang disusun berdasarkan prinsip-prinsip hak anak dalam KHA, dan menjadi landasan bagi sejumlah kebijakan pemerintah terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak.
Namun faktanya belum cukup mengakomodir upaya pemenuhan hak anak, walaupun Indonesia telah 30 tahun meratifikasi KHA, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui dan memahami substansi KHA, termasuk para pembuat kebijakan dan penyelenggara negara.
“Padahal KHA dalam pasalnya mewajibkan kepada setiap negara yang telah meratifikasi untuk mensosialisasikan isi dan makna KHA kepada penyelenggara negara dan masyarakat, sehingga dapat ditempuh langkah-langkah implementasi pemenuhan hak anak,” ujar Noryani.
Dirinya memaparkan, bahwa aplikasi konvensi hak anak melalui pengembangan Kabupaten/Kota layak anak sebagai salah satu strategi pemenuhan hak anak di Indonesia, telah ditetapkan pula Peraturan Menteri Negara PPPA Nomor 12 tahun 2011, dimana salah satu indikatornya adalah tersedianya sumber daya manusia terlatih KHA yang mampu menerapkan hak-hak anak ke dalam kebijakan, program dan kegiatan.
Sementara sumber daya manusia yang dimaksud dalam indikator tersebut, pada dasarnya menunjuk orang dewasa yang memberikan pelayanan, mendampingi anak dan bekerja dengan anak. Pemerintah dan masyarakat sudah berupaya dan berperan dalam memastikan terpenuhinya hak anak, tetapi dalam konteks tumbuh kembang anak, tanggung jawab tersebut harus diperkuat dan didasari dengan pengetahuan dan ketrampilan tentang KHA.
“Kami sampaikan informasi bahwa capaian pengembangan Kabupaten/Kota layak anak tahun 2021 yang baru saja diumumkan pada (29/7) antaranya, Kabupaten/Kota Layak Anak Kategori Pratama, yaitu Kabupaten Paser, Penajam Paser Utara, Kutai Timur, Kutai Barat dan Berau, Kategori Madya yaitu Kabupaten Kutai Kartenegara dan Kota Samarinda, serta Kategori Nindya yaitu Kota Bontang dan Balikpapan,” jelasnya.
Maka itu diakui, bahwa hasil ini menunjukkan bahwa Provinsi Kaltim 90 persen Kabupaten/Kota telah berkomitmen mengimplementasikan konvensi hak anak dalam upaya perlindungan dan pemenuhan hak anak.
(Mys/riyan)
