Sambut 2021, PWI Jateng: Tugas Wartawan Menyampaikan Kebenaran Makin Berat
Jateng, Metrokaltim.com – Beberapa hari lagi tahun 2020 akan segera berakhir. Persatuan Wartawan Indonesia Jawa Tengah (PWI Jateng) pun memberikan catatan untuk menyambut 2021. Catatan ini berdasarkan evaluasi perjalanan dunia kewartawanan sepanjang tahun ini.
Ketua PWI Jateng, Amir Machmud NS bersama Sekretaris PWI Jateng, Setiawan Hendra Kelana, memaparkan, ada 10 poin penting yang menjadi catatan pihaknya selama 2020 ini. Pertama, ruang publik sudah semakin disesaki oleh berbagai kepentingan yang berebut untuk saling menyampaikan kebenaran menurut versinya masing-masing.
Tiap pihak, kata PWI Jateng, hanya saling menjustifikasi pernyataan dan perbuatannya dengan mengatasnamakan tujuan kepentingan rakyat.
“Perebutan ruang untuk beropini itu diperkuat oleh penggalangan opini masif para buzzer, sehingga dalam isu-isu publik tertentu makin sulit untuk menyimpulkan mana hal yang benar dan mana hal yang salah,” papar Amir, Jumat (25/12).
Dalam kondisi demikian, lanjut Amir membeberkan poin kedua, wartawan dan media makin dituntut untuk menyampaikan kebenaran, yang idealnya ditempuh melalui proses-proses dan mekanisme berjurnalistik yang akuntabel. Mekanisme demikian hanya bisa diperoleh dari kemauan yang berdisiplin untuk menjalankan verifikasi atas ucapan, pernyataan, dan fakta-fakta.
“Hanya dengan menempuh mekanisme seperti itulah wartawan dan media bisa memberi kontribusi dalam menyampaikan kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan,” tambah Amir.
Ketiga, sepanjang 2020 merupakan pantulan kondisi dari tahun-tahun sebelumnya. Media saat ini dihadapkan pada pertarungan kekuasaan yang menjadikan ruang publik sebagai ajang berebut membangun opini. Semuanya terkait dengan proyeksi kontestasi 2024.
“Siapa yang punya akses terhadap sumber-sumber kekuasaan dan bersumberdaya kuatlah yang memenanginya,” beber Amir.
Poin keempat, PWI Jateng menyebut, status kebenaran yang diklaim oleh pihak-pihak tertentu dalam sebuah isu publik seharusnya mendorong wartawan dan media untuk meyakinkannya dengan ikhtiar menemukan kebenaran itu, melalui mekanisme cek fakta dalam standar berjurnalistik.
Kalau media hanya memuat pernyataan, menurut PWI Jateng, baik perseorangan maupun yang mengatasnamakan lembaga, lalu tidak memverifikasinya secara indepth atau investigatif, boleh jadi media akan terjebak pada alur opini dengan frame berpikir mereka.
“Apalagi sekarang ada influencer dan buzzer yang secara masif menyemburkan pembelaan kepada pihak tertentu,” jelas Amir.
Yang menjadi poin kelima, PWI Jateng menyoroti beberapa kasus penting dalam tahun ini. Yakni insiden tewasnya enam anggota Laskar Pembela Islam, persoalan buron kasus korupsi Harun Masiku, skandal Djoko Tjandra yang melibatkan para petinggi hukum, juga pelanggaran-pelanggaran protokol kesehatan dan kerumunan massa pada masa-masa pandemi Covid-19.
Menurut PWI Jateng, beberapa kasus tersebut masih menimbulkan pertanyaan dan informasi yang beredar di publik mengenai kasus-kasus tersebut tak sedikit yang berbeda.
“Menjadi bagian dari contoh kemelut informasi publik yang membuat masyarakat bertanya-tanya, apa yang sesungguhnya terjadi dan informasi mana yang benar,” jelas Amir.
Keenam, PWI Jateng menyoroti tugas media untuk melakukan cek fakta secara benar, sehingga peran yang diamanatkan oleh Undang-Undang Pers yakni melayani masyarakat dengan menyampaikan informasi, memberi edukasi, menghibur, dan melakukan fungsi kontrol sosial dapat berjalan dengan baik.
Ketujuh mengenai ancaman kekerasan baik secara fisik maupun psikis masih membayangi pekerjaan wartawan. Laporan-laporan terjadinya kekerasan dan intimidasi dari peliputan demonstrasi penolakan revisi UU KPK, Omnibus Law, dan sebagainya menunjukkan bahwa perlindungan kepada wartawan dalam menjalankan tugas belum dipahami sebagai “tanggung jawab bersama” seluruh elemen masyarakat yang membutuhkan informasi dan mengawal pencerdasan kehidupan bangsa.
Dalam kondisi demikian, yang menjadi catatan kedelapan, PWI sebagai organisasi profesi kewartawanan di semua level kepengurusan baik pusat, provinsi, maupun kabupaten dan kota, harus punya political will secara sistematis untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi wartawan. Peningkatan profesionalitas itu antara lain ditempuh melalui penyelenggaraan intensif Uji Kompetensi Wartawan (UKW), jaminan advokasi dan perlindungan baik fisik maupun hukum, serta ikhtiar-ikhtiar yang terkait dengan kesejahteraan.
Kemudian, poin kesembilan, dengan peta tantangan yang terbaca di tengah perebutan ruang publik yang makin masif, kemampuan wartawan secara komprehensif baik secara teknis maupun etis, menjadi tuntutan yang tidak bisa ditawar-tawar. Mereka harus beradaptasi total ke kemampuan dan sikap multiplatform.
“Sehingga makin cerdas membaca kecenderungan-kecenderungan banalitas perebutan ruang publik menggunakan aneka platform media sosial,” ujar Amir.
Poin terakhir, PWI Jateng membeberkan yang harus dilakukan media dan wartawan pada tahun depan. Tugas penting yang menanti pada tahun 2021 adalah meneruskan pengawalan isu-isu publik, khususnya di seputar pengendalian dan penanganan pandemi Covid-19.
Misalnya, terang Amir, dengan fokus peliputan pada penggunaan vaksin, distribusinya secara adil, evaluasinya, penanganan pasien positif, protokol kesehatan, adaptasi perilaku baru, serta pengawalan bantuan sosial yang pada 2020 terbukti diselewengkan. Itu semua menjadi poin-poin yang tetap menuntut keberadaan intens wartawan dan media dalam tugas mulianya.
“Wilayah tugas tersebut menggambarkan tanggung jawab besar wartawan dan media untuk bangsanya,” pungkas Amir.
(sur/idris)
